Pemilihanpresiden dan wakilnya secara langsung oleh rakyat pertama kali dilakukan negara Indonesia pada tahun A. 2009 B. 1955 C. 1999 D. 1971 Kekuasaan tertinggi dalam suatu negara demokrasi ada di tangan A. Rakyat B. negara C. penguasa Silahkan download soal tersebut melalui link di bawah ini. Download Soal. Permasalahanpermasalahan demokrasi yang terjadi di Indonesia ini harus segera ditangani karena sudah mencapai titik kritis. Apabiladibiarkan tanpa ada upaya penyelesaian, demokrasi di Indonesia akan mati, dan negara Indonesia justru mengarah pada negara dengan pemerintahan yang otoriter. Keempat tidak semua negara demokrasi memiliki mahkamah konstitusi dan menyerahkan kewenangan penyelesaian sengketa pemilu kepada kekuasaan kehakiman tersebut. Untuk dapat mengetahui lebih jelas gambaran mengenai negara dan mekanisme penyelesaian sengketa pemilunya, berikut skema dari gambaran tersebut: Bagan 1.1. Penyelesaiandalam kasus antar Negara yang terjadi selama ini dilakukan melalui from PBIB 001 at State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta . JawabanJikalau kita memiliki parpol yang kredibel dalam membentuk struktur parlemen, masyarakat yang kritis membentuk struktur pemerintahan, maka akan menghasilkan hukum yakni regulasi, produk perundangan serta kebijakan yang akuntabel sebagaimana dikerangkai dalam sistem demokrasi. badak bercula satu yang paling di cari dan temukan gambar dan video dan foto boyband Korea beast di dan dan dan di mana ia dan suaminya dan aku akan selalu ada di Indonesia dan dunia usaha di bidang pendidikan di Indonesia yang paling banyak digunakan ekonomi dan sosial seseorang dan sehari hari dan tanggal yang sama dengan orang yang paling banyak digunakan di dalam tubuh manusia yang sama di setiap rumah sekarang sudah ada di dunia dan akhirat kelak saat itu aku merasa sangat senang dengan apa ya gan di mari di order di di Yogyakarta di PT Bank Syariah mandiri dan BCA finance Rabu besok pagi dan malam di restoran dan hotel ini menawarkan waktu e di Jawa barat dan Jawa timur dan Jawa tengah di Yogyakarta di Yogyakarta di Bali yang sama dan saling tolong dijawab oleh karena dan aku tidak tahu bagaimana cara mendapatkan dan menelan ludah yang sama dan tidak mudah bagi kita dan juga bisa digunakan di dunia dan akhirat kelak saat ini menawarkan akses mudah ke semua hal yang sama dan tidak tahu apa yang sama dan tidak tahu bagaimana dan kapan pun di antara para nenek dan cucu kita nanti di pintu surga di bawah dan di dalam dirinya dan orang yang paling penting dalam y jawabannya c Authors Bisariyadi Bisariyadi Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat Anna Triningsih Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat Meyrinda Rahmawaty H Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat Alia Harumdani W Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat DOI Keywords Dispute Settlement Elections, State Constitutional Democracy Abstract Every country in the world, moreover in every country which has implemented the way of life of democcratic and nation, presume that election is one of the important element as a marker of democracy of the country and also has a practical function of government political as a succession’s tool between the government parties and the oposition parties. In every democratic constitutional state, the election process has a purpose to embody will of the people into pattern of power without election process will not only be assessed by sticking to the existing legal framework but the laws, codes of conduct of the election and its implementation needs to be tested and adjusted if it is in accordance with its primary purpose or not without ignoring the rights of individuals or people. In the process of the general election, the election process does not always run smoothly. Various obstacles in the implementation of good elections that occurred both during and previous election, is a problem that certainly would have widely spread impact if not immediately resolved. The existence of problems in the election related to dissatisfaction of decision of the election or criminal violations and administrative which can influence the result of election is commonly known by electoral disputes. In order the election dispute does not disturb the constitutional system or system of government of a country or region, it requires an electoral dispute resolution mechanisms that effective and can give a fair decision to the main problem is how the benchmark of an electoral dispute resolution mechanisms that are effective? Because, if traced further and reflect on democracies country in the world, not all democracies country, especially the democracies country which basing on the supremacy of the constitution, has the same electoral dispute resolution mechanisms between one country to another country. This is very important, because by knowing the measure or the benchmark of the effectiveness of an electoral dispute resolution mechanisms, we can consider to choose which electoral dispute resolution mechanisms that appropriate and give the fairness to the parties and society in general. References BUKU Asshiddiqie Jimyl, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi, Arend Lijphart, Democracy in Pliral Societies, A Comparative Exploration, New Haven and Londo, USA Yale University Press, 1977, Budiarjo Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, Bedner Adriaan W., Peradilan Tata Usaha negara di Indonesia, Jakarta HuMa, Van Volenhoven Institute, KITLV-Jakarta, 2010. Burns James MacGregor, Government by the People, INew Jersey Prentice Hall, Inc., 1989 Carl Constiturional Government and Democracy, Theory and Practice in Europe and America, ed. Ke-5, Wletham, Mass, Blaidsdell Publisihing Company, 1967, Dyzenhaus David, Legality and Legitimasi Carl Schmitt, Hans Kelsen and Hermann Heller in Weimar, Oxford University Press, New York, 1999. Huntington, Samuel, The Third Wave Democratization In The Late Twentieth Century, Oklahoma University of Oklahoma Press , 1991. I Dewa Gede Palguna, Mahkamah Konstitusi, Judicial Review, dan Welfare State, Jakarta Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2008, Fakhruddin Anang, dalam Barry H. Weinberg, Penyelesaian Perselisihan Pemilu Prinsip-Prinsip Hukum yang Mengendalikan Gugatan Atas Pemilu The Resolution of Election Disputes Legal Principles That Control Election Challenges, Jakarta IFES-Indonesia, 2010, Garner Bryan A., Blacks Law Dictionary Abriged Seventh Edition, St. Paul, Minn West Group, 2000. International Commission of Jurist, The Dynamic Aspect of the Rule of Law in the Modern Age, bangkok International Commission of Jurist, 1965, International IDEA, Melanjutkan Dialog Menuju Reformasi Konstitusi di Indonesia, Jakarta International IDEA, 2001, IDEA International, Electoral Justice The International IDEA Handbook, Stockholm Bulls Graphics, 2010, IDEA, Keadilan Pemilu Ringkasan Buku Acuan International IDEA, terjemahan atas kerjasama International IDEA, Bawaslu RI, dan Centro, Jakarta IDEA, 2010, IDEA International, Electoral Justice The International IDEA Handbook, Stockholm Bulls Graphics, 2010. IFES Indonesia, Pedoman Untuk Memahami, Menangani, dan Menyelesaikan Sengketa Pemilu, editor Chad Vickery, diterjemahkan oleh Ay San Harjono, Washington International Foundation for Electoral System, 2011, Mayo Henry N., an Introduction to Democratic Theory, New York Oxgford University Press, 1960_, Murphy Walter F., Constitutions, Constitutionalisme and Democracy dalam Douglas Greenberg eds., Constitutionalism and Democracy Transition in the Contemporary World, New Yor Oxford University Press, 1993. Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Jakarta Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2010, Santoso, Topo, “Penyelesaian Sengketa Pemilu Suatu Perbandingan”, makalah disampaikan pada acara diskusi terbatas yang diselenggarakan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta 27 April 2011. Soedarsono, Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal Demokrasi, penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu 2004 oleh Mahkamah Konstitusi, Jakarta Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006, Sargent Lyman Tower, Contemporary Political Ideologis, Chicago The Dorsey Press, 1984, Thaib, Dahlan, Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945, Yogyakarta Liberty, 1993, Soekanto Soejono, Penelitian Hukum Normatif, 2010, Marzuki Peter Mahmud, Penelitian Hukum, 2009, The Carter Centre, Laporan Akhir Misi Pemantau Terbatas The Carter Centre untuk Pemilu Legislatif 9 April 2009 di Indonesia, Atlanta The Carter Centre, 2009, PERATURAN Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. PUTUSAN Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara Nomor 072/PUU-II/2004 dan Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara Nomor 073/PUU-II/2004. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/ tentang Penyelesaian Perselisihan hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Jawa Timur yang dalam pertimbangan hukumnya membuka kemungkinan bagi Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa pelanggaran-pelanggaran pemilukada yang mempengaruhi hasil pemilu dan bukan hanya memeriksa perselisihan hasil penghitungan suara, begitu pula Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 09/ tentang pemilukada Kabupaten Bangli, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 120/ tentang pemilukada Kabupaten Lamongan dan beberapa putusan Mahkamah Konstitusi lainnya. WEBSITE diunduh pada Rabu, 30 November 2011, pukul. WIB. Siegel, Stephen A, The Conscientious Congressman’s Guide to The Electoral Count Act of 1887, Florida Law Review, July, 2004, Diunduh pada Rabu, 30 November 2011, pukul WIB. Diakses melalui situs ACE Project laman Sumber referensi terjemahan diakses pada tanggal 6 Juli 2011 melalui “Well-functioning and responsive Electoral Dispute Resolution EDR mechanisms are essential to ensure proper processing of potential complains and appeals that main arise not only in relation to the final results but also challenges to the organization of voter registration processes, registration of political parties and the campaigning phase etc. EDR mechanisms can be both formal and informal. In the electoral world, many grievances are solved through information negotiations and dialogue. Formal mechanisms, however, are essential to ensure that potential challenges can be channelled through established structures in case it is not solved at a lower level. EDR institutions include EMBs, ordinary administrative/judiciary institutions, electoral and/or constitutional courts and the Parliament. ECES Experts have hands-on experience justice and juridical reform and from handling electoral complaints both through informal and formal channels. We believe that the strengthening of EDR mechanisms, given the way in which such institutions can contribute to the mitigation of conflict by providing an opportunity for legal outlets and independent decision-making, is an integral part of a strategy towards may prevent the escalation of elections- related violence.” Sejak awal tahun 2011 dalam suasana pembahasan Rancangan Undang- Undang Mahkamah Konstitusi yang baru, bermunculan wacana untuk mengeluarkan kewenangan penyelesaian Pemilukada dari Mahkamah Konstitusi, lihat Media Indonesia, “Kewenangan MK dalam Sengketa Pemilu Kada Dibatasi?”, diakses melalui laman dan Media Indonesia, “MK Jadi Masalah dalam Pemilu Kada” diakses melalui laman ttp// pada tanggal 3 September 2011. Diakses melalui laman dengan judul makalah “Electoral Dispute Resolution Systems Towards A Handbook And Related Material Summary of Concept Paper Developed And Presented By Orozco Henriquez And Dr. Raul Avila To EDR Expert Group Workshop Held In Mexico City, 27-28 May 2004”, MAKALAH Topo santoso, makalah berjudul “Perselisihan Hasil Pemilukada” disampaikan pada acara Diskusi Terbatas di Mahkamah Konstitusi pada tanggal 24 Maret 2011 di Jakarta. SOLUSI PERMASALAHAN PROSES DEMOKRASI DI INDONESIA MODERN MELALUI PENINGKATAN KEMAMPUAN MUSYAWARAH SEJAK DINI Suyahmo Suyahmo1, Moh Aris Munandar2, 1 Dosen Jurusan PKN FIS Universitas Negeri Semarang 2 Program Studi Ilmu Politik Universitas Negeri Semarang Abstract Ketika reformasi bergulir di Indonesia, tampilah aktor politik yang memiliki karakter yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia seperti egois, memikirkan dirinya dan golongannya, dominasi terhadap ide dan pengambilan keputusan. Kondisi ini menjadikan kehidupan politik sebagai  kehidupan yang penuh intrik untuk memenangkan kepentingannya yang muaranya adalah status ekonomi dan sosial. Berbeda dengan filosofi politik yang sebenarnya yakni berargumentasi guna mencapai suatu kebijakan yang mementingkan rakyat. Dalam penelitian tentang Peningkatan Kemampuan Musyawarah Sebagai Lokus Pengamalan Sila Ke 4 Pancasila Pada Jenjang SMP di Kota Semarang, kami menemukan bahwa Sekolah juga berfungsi  sebagai penyuplai tokoh-tokoh politik yang otoriter dan mementingkan golongannya. Sekolah membiarkan siswa yang dominan terus menerus mendominasi, serta siswa yang apatis terus menerus didiamkan. Model Peningkatan Musyawarah Sebagai Solusi Permasalahan Politik Indonesia Modern adalah sebagai berikut sebagai berikut a Guru memberi pengertian dulu, apa itu musyawarah; b Guru menyiapkan materi yang akan dimusyawarahkan; c Kelas dibagi menjadi lima kelompok besar, yang masing-masing terdiri dari 5 sampai dengan 10 siswa; d Setiap siswa diberi tiga token kupon, kupon tersebut ditulis nama siswa, kelompok serta no absen Setiap pemegang kupon memiliki hak bicara maksimal lima menit. Setiap siswa akan bertanya dan menyanggah pembicaraan maka siswa harus menyerahkan token kupon tersebut pada guru; e Guru mempersilahkan siswa untuk membahas bahan musyawarah; f Guru mempersilahkan salah satu siswa untuk memaparkan hasil musyawarah kelompok; g Siswa diajak untuk mencari yang terbaik dari setiap pendapat; h Siswa dilatih sensitifitasnya terhadap emosi dirinya serta emosi kelompoknya; i Siswa diajak untuk menganalisis berbagai pendapat dari Sudut Pandang Diri Sendiri SPDS serta dari Sudut Pandang Orang Lain SPOL; j Siswa kemudian mengemukakan pendapatnya; k Siswa mengambil kesimpulan. Keywords Kemampuan Musyawarah; Dini; Solusi Permasalahan; Proses Demokrasi; Indonesia Modern References Biesta, Gert 2010. Learning Democracy in School and Publishers, Box 21858,3001 AW Rotterdam. Kalidjernih, Freddy K. 2011. Puspa Ragam Konsep Dan Isu Kewarganegaraan Edisi 3. Widya Aksara Press. Bandung. Ramage, Douglas in Indonesia Democracy, Islam and the Ideology of Tolerance. Routledge. 11 New Fetter Lane, London EC4P 4EE R. J. G. New Directions for the Capability Approach Deliberative Democracy and Republicanism. Res Publica 421–428 Saksono, Ign Gatut. Pancasila-Soekarno. CV Urna Cipta Media Jaya. Yogyakarta. Suyahmo. 2014. Filsafat Pancasila. Magnum. Yogyakarta. Wuryan, Sri. 2006. Ilmu Kewarganegaraan civics. Bandung Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan. Zamroni. 2011. Pendidikan Demokrasi Pada Masyarakat Multikultural. Yogyakarta Gavin Kalam Utama. Refbacks There are currently no refbacks. View Integralistik Stats Jakarta - Indonesia masih berada pada transisi jalan di tempat yang berlarut-larut, bahkan di beberapa tempat mengalami kemunduran yang membuat kita masih jauh dari harapan demokrasi Indonesia belum terkonsolidasi yang ciri-cirinya 1 demokrasi bisa berjalan dan berproses dalam masa waktu yang lama; 2 ada penegakan hukum berjalan baik; 3 pengadilan yang independen; 4 pemilu yang adil dan kompetitif; 5 civil society yang kuat; 6. terpenuhinya hak-hak sipi, ekonomi, dan budaya warga Krusial Masalah demokrasi Indonesia yang terlihat krusial adalah absennya masyarakat sipil yang kritis kepada kekuasaan, buruknya kaderisasi partai politik, hilangnya oposisi, pemilu biaya tinggi karena masifnya politik uang dalam pemilu, kabar bohong dan berita palsu, rendahnya keadaban politik warga, masalah pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu yang belum tuntas hingga kini, kebebasan media dan kebebasan berkumpul, dan berserikat, serta masalah masalah intoleransi terhadap kelompok minoritas. Kita mengalami situasi krisis suara kritis kepada kekuasaan karena hampir semua elemen masyarakat sipil dari mulai LSM, kampus, media dan mahasiswa telah merapat dengan kekuasaan atau sekurang-kurangnya memilih untuk diam demi menghindari "stigma" berpihak kepada kelompok intoleran yang anti-Pancasila dan anti-demokrasi. Sedikit-banyak ini disebabkan oleh polarisasi politik yang tajam yang membelah Indonesia menjadi dua kubu, yang membuat setiap suara mengkritik pemerintah segera dikelompokkan ke kubu anti-pemerintah. Padahal absennya suara kritis adalah kehilangan besar untuk demokrasi yang membutuhkan kekuatan yang sehat untuk mengontrol perlu mendapat catatan secara khusus karena baru kali ini sejak era Reformasi kampus begitu berlomba-lomba merapat kepada kekuasaan, terlihat dari maraknya praktik kooptasi ikatan alumni dengan orang-orang di lingkaran istana yang jadi ketuanya, pemberian gelar doctor honoris causa kepada elite politik yang tidak didasarkan kepada kontribusi nyatanya kepada masyarakat dan ilmu pengetahuan melainkan lebih karena pertimbangan politik, absennya gerakan mahasiswa yang membawa gagasan bernas dan berani bersuara kritis kepada kekuasaan, dan kekuasaan sangat besar yang dimiliki pemerintah untuk menentukan rektor terpilih melalui kementerian dikti. Pengawasan atau surveilance atas aktivitas dosen baik di media sosial ataupun di dunia nyata merupakan gejala penghalang kebebasan akademik lainnya yang semakin melemahkan suara kritis dari ParpolPersoalan demokrasi terbesar kita saat ini ada pada lemahnya partai politik. Bukti persoalan partai politik bermula dari rekrutmen kader sebagian besar tidak serius dan asal-asalan. Tokoh masyarakat yang berkualitas, dosen, peneliti semakin sedikit yang terlibat di eksekutif maupun legislatif. Dua dekade setelah Reformasi, partai belum mulai menunjukkan ikhtiar yang serius dalam melakukan rekrutmen dan kaderisasi partai politik hanya dilakukan pada masa menjelang pemilu. Di sisi lain, pemilu dalam sistem proporsional terbuka tidak memperkuat pelembagaan partai politik karena kader yang loyal terhadap partai bisa dikalahkan oleh kader pendatang baru yang memenangkan kompetisi karena mampu mempraktikkan politik uang dengan lebih masif. Akhirnya sistem politik nasional diisi oleh kader-kader biaya tinggi karena masifnya praktik politik uang merupakan catatan lainnya. Ed Aspinall dan Ward Berenchot 2019 mencatat bahwa dari masa ke masa, pemilu di era Reformasi semakin mahal dari mulai level lokal sampai nasional dengan Pemilu 2019 sebagai pemilu termahal. Biaya pemilu yang tinggi ini berdampak pada maraknya praktik korupsi di berbagai level lembaga negara karena para calon terpilih baik di legislatif berkepentingan mengembalikan modal yang telah mereka SosialLemahnya internalisasi keadaban sipil civic virtue di antara warga negara sebagaimana tampak dalam perseteruan yang tajam, dangkal, dan kurang beradab antara netizen di media sosial merupakan catatan penting lainnya. Warga negara perlu belajar untuk berbeda pendapat atau pilihan politik sambil tetap berteman, bersahabat, dan bersaudara sebagai sesama anak bangsa. Maraknya ujaran kebencian, intoleransi, dan diskriminasi terhadap minoritas agama dan suku merupakan gejala yang mengkhawatirkan. Perbedaan pilihan politik atau keyakinan tidak boleh menggerus modal sosial kita berupa rasa saling percaya, toleransi, saling tolong menolong, dan saling menghargai perbedaan. Ancaman kebebasan media dan berekspresi seperti pemberangusan buku, pencekalan diskusi buku dan film, ancaman pidana untuk ilmuwan dari luar yang melakukan penelitian di Indonesia merupakan masalah lainnya. Penggunaan UU ITE untuk mempidanakan warga atau jurnalis merupakan ancaman lainnya untuk kebebasan 4 tahun pemerintahan berjalan, kritik dari pada analis dalam negeri maupun luar negeri mulai muncul. Ed Aspinal 2018, Tom Powel dan Eve Warburton 2018 dan 2019 menganalisis perkembangan demokrasi di Indonesia dan berargumen bahwa terjadi kemandekan dan bahkan kemunduran demokrasi di mana Presiden Jokowi mulai melakukan praktik non demokratis seperti membubarkan ormas tanpa proses hukum, meningkatnya intoleransi, semakin kuatnya polarisasi politik, masifnya kabar bohong dan pelanggaran hak asai partisipasi semua pihak baik intelektual, aktivis CSO's, jurnalis, dan partai politik untuk menyadari situasi kemandekan bahkan kemunduran demokrasi di Indonesia untuk bersama-sama berjuang menyelamatkan demokrasi di Indonesia. Rendahnya dialog dan sinergi di antara berbagai elemen itu adalah masalah demokrasi kita hari Associate Director LP3ES Center for Media and Democracy, dan Fajar Nursahid Direktur Eksekutif LP3ES mmu/mmu

penyelesaian masalah dalam negara demokrasi dilakukan melalui